KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang “Pasar Bebas”.
Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Pamulang, 21
Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... 1
Daftar Isi .............................................................................................................. 2
BAB
I PENDAHULUAN .............................................................................. 3
1.1.
Latar
Belakang ........................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................................. 5
2.1.
Pengertian
Pasar Bebas............................................................... 5
2.2.
Faktor
Keberhasilan ................................................................... 5
2.3.
Pengendalian
terhadap Impor Barang Luar Negeri .................... 8
2.4.
Upaya
Pemerintah ...................................................................... 8
BAB
III PENUTUP ........................................................................................... 10
3.1.
Kesimpulan
................................................................................. 10
Daftar
Pustaka ..................................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Perekonomian Indonesia
pada saat ini dihadapkan dengan sistem perdagangan bebas. Padahal Indonesia
belum siap menghadapi perdagangan bebas, sebab nilai-nilai dasar seperti
kejujuran, disiplin, visioner, kerjasama, tanggung jawab, peduli dan adil,
belum menjadi landasan para pelaku industri atau ekonomi. Jadi rakyat, para
pelaku industri dan ekonomi di Indonesia tidak siap untuk menerima perdagangan
bebas.
Berdasarkan data
menurut Periode 2009 bahwa di Indonesia hanya terdapat 7% generasi muda yang
memiliki mental menjadi pengusaha. Selebihnya lebih suka menjadi budak, hal ini
disebabkan kurikulum pendidikan yang telah menjiwai masyarakat sejak duduk di
bangku sekolah sampai kuliah. Pada akhirnya pengenalan dunia usaha dan
kebijakan dari iklim usaha tidak tertanam sejak dini.
Pemerintah hanya mampu
menggerakkan roda ekonomi sekitar 15% saja, selebihnya para pengusaha hitam
pelaku economic animal yang menguasai perindustrian dan ekonomi negeri ini.
Estafet kewirausahaan tidak ada, maka perdagangan bebas akan dengan cepat menaklukan
Indonesia di bawah penjajahan Cina nantinya, sebagaimana VOC pada dahulu kala
mengembara ke negeri untuk berdagang berubah menjadi penjajah.
Perdagangan bebas
berpengaruh pada produk lokal yang harus menghadapi serbuan produk negara lain
yang mungkin lebih berkualitas dan murah. Ketika produk lokal suatu negara
tidak bernilai tambah, konsekuensinya akan tergilas oleh produk asing. Kondisi
semacam inilah yang dicemaskan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Oleh sebab itu, pada pertengahan September 2009 dalam Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas) Kadin Indonesia Bidang Perdagangan dan Distribusi 2008. Lembaga
ini mencoba mengusung kembali isu nasionalisme yang dikaitkan dalam era
perdagangan bebas. Bagi Kadin, hal itu sangat penting agar Indonesia bisa
menghadapi tantangan aktual pada saat ini dan di masa depan. Sejatinya, slogan
"cinta produk dalam negeri" sudah sejak lama dikampanyekan. Namun,
slogan itu hingga kini masih sebatas "kata manis di bibir" saja. Isu
ini pun dianggap penting karena untuk wilayah ASEAN saja, produk Indonesia
dianggap belum mampu bersaing. Sebab, bagi negara yang sudah siap pun,
kebijakan tersebut merupakan prasyarat utama keberhasilan mereka
dalam perdagangan bebas. Mereka terlebih dahulu memproteksi produk dalam
negeri, baru kemudian bermain di pasar dunia. Akhirnya banyaknya hambatan dan
beban dalam aliran barang dan jasa dalam negeri, hal ini menuntut
dilakukannya reformasi birokrasi dan penyediaan infrastruktur pelabuhan,
jalan tol, guna memperlancar arus barang.
Di
samping itu, masih sulitnya pemerintah Indonesia untuk mempercayai pribumi
dalam hal memberikan kemudahan pinjaman modal usaha walau hanya setingkat UKM
saja, padahal terhadap pengusaha cina, segenap kemudahan diberikan kepada
mereka, walau telah berulang kali tertipu, sebagaimana kasus Bank Century
belakangan ini, terjadi karena begitu percaya dan cintanya pemerintah negeri
ini kepada pengusaha yang berdarah cina. Secara gambaran besarnya perdagangan
bebas dengan China adalah pengulangan kembali sejarah penjajahan VOC
terhadap negeri ini. Maka tunggu akibat dari semua ini, kematian yang semakin
cepat, rakyat akan semakin melarat.
Para
pelaku perdagangan bebas tidak akan dapat mengerti atau bahkan
tidak mengerti bahwasanya satu negeri atau kelompok masyarakat dapat
seketika bertumbuh menjadi kaya dengan merugikan negeri atau kelompok lain,
satu kelas dapat merugikan kelas yang lainnya. Karena dalam perdagangan bebas
tidak berlaku lagi kebijakan proteksionis yang bersifat konservatif,
sedangkan sistem perdagangan bebas adalah destruktif. Sehingga akan mampu
membongkar bangunan kebijakan pro rakyat dan negara, pro buruh, sehingga dengan
keadaan itu tergiringlah antagonisme kaum miskin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Pasar Bebas
Perdagangan bebas adalah sebuah
konsep ekonomi yang mengacu penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan
pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan
perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan Internasional sering
dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang
ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori,
semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun
dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh
penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada
terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena
melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
2.2.
Faktor
Keberhasilan
a.
Kualitas
Sumber Daya Alam
Kualitas pengelolaan usaha oleh sumber
daya manusia yang berkiprah dalam dunia usaha kecil menurut hasil survei yang
dikemukakan oleh Tim Lembaga Penelitian IPB dalam Lokakarya Pengembangan
Kelembagaan Ekonomi Lokal dalam Rangka Otonomi Daerah, di Jakarta pasca bulan Februari
2001 dinyatakan dalam kategori baik.Yang perlu mendapat perhatian adalah
tentang adanya perilaku bisnis yang kurang mendukung. Tentunya solusi untuk itu
adalah perlunya lembaga pelatihan yang dapat merubah dan mengarahkan perilaku
agar sesuai dengan tuntutan bisnis.
Bagaimana pemerintah daerah dapat
menyikapi fenomena ini tentu termasuk juga mempengaruhi kesiapannya
dalam menjalankan peningkatan ekonomi wilayah. Sebagai bahan pembanding boleh
kita melihat bagaimana kemajuan industri padat karya yang dilakukan oleh negara
China, dimana menurut realita bahwa produk-produk (tekstil, elektronik dan
sepeda motor) yang membanjiri pasar Indonesia saat ini adalah merupakan hasil
industri padat karya. Sumber daya alam Indonesia pada umumnya masih berupa sumber
daya alam murni yang masih harus memerlukan olahan lebih lanjut
untuk mendapatkan dan menambah nilai ekonomis. Sumber daya alam mumi
selama ini lebih banyak digunakan sebagai input produksi bagi
industri-industri besar termasuk logam dan kimia, yang selama ini Indonesia
mengekspornya dalam bentuk murni sedangkan pengolahan selanjutnya
dilakukan di negara lain.
Sebagai contoh, Sumber Daya Alam Migas,
Kimia dan hasil tambang lainnya seperti yang dilakukan oleh Freeport, Pertamina
dan sebagian usaha perikanan. Akibatnya kita kurang dan bahkan tidak
mendapatkan nilai tambah dan nilai ganda (multyflier effect) atas olahan
tersebut. Sedangkan Sumber Daya yang selama ini dikelola oleh industri
kecil dan menengah lebih banyak Sumber Daya yang bersifat hasil ikutan
dari industri besar (Sihaan (2009).
Hal lain yang berhubungan dengan sumber
daya alam ini yaitu terjadinya keragaman pemilikan Sumber Daya Alam di
masing-masing wilayah (daerah), sehingga diperlukan kejelian dalam menetapkan
usaha strategis atau produk unggulan di masing-masing wilayah, agar tercipta
kondisi kompetisi yang saling menguntungkan, karena masing-masing wilayah
memproduksi barang yang ekonomis. Dengan kata lain masing-masing wilayah harus
menyadari apakah lebih baik memproduksi atau membeli tentunya dengan dasar
pertimbangan yang disebut di atas.
b.
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
mengandung makna yang tidak terpisahkan, karena teknologi merupakan hasil
penerapan ilmu pengetahuan. Harus kita terima bahwa faktor Iptek masih
memerlukan perjuangan yang sangat panjang. Kelemahan yang ada selama ini,
adalah pembangunan Iptek dilakukan hanya untuk mengejar prestige di mata
Internasional. Terjadinya pengerahan dana yang sangat besar untuk
pemilikan peralatan, modal tidak rnendukung input produksi industri kecil. Sehingga
produk-produk yang kita miliki yang tadinya memiliki keunggulan komparative tidak
tereksploitir seperti argo industri pertanian dan perkebunan, perikanan
dan peternakan, juga industri kerajinan.
Persoalan lain juga sama seperti
pemilikan Sumber Daya Alam yang dikemukakan di atas, yaitu penyebaran atau
distribusi Iptek di wilayah-wilayah juga bervariasi menurut kuantitas dan
frekuensi aktivitas pembangunan yang telah berjalan dimasing-masing wilayah.
c.
Prasarana
Penyiapan prasarana merupakan
partisipasi pemerintah dalam upaya mendorong lancarnya aktivitas ekonomi
terutama menyangkut pembukaan jalan-jalan ke sentra-sentra produksi pasar.
Kemudahan akses yang ditunjang oleh ketersediaan jalan dan alat transportasi
akan memperlancar penyaluran dan distribusi bahan dan hasil-basil olahan. Untuk
kedua fasilitas ini kerjasama antar pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan.
Penyediaan jalan lebih diharapkan kepada
pemerintah sedangkan transportasi biasanya ditangani oleh swasta. Pembukaan
jalan penghubung antar sentra produksi dan pasar hendaknya dapat
memperhatikan manfaat ganda terhadap munculnya aktivitas ekonomi masyarakat di
sepanjang lintas jalan tersebut, yang berarti memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi sesuai dengan batas
kemampuan masing-masing. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya kondisi
prasarana jalan dan alat komunikasi sudah memadai terutama
antar kota/propinsi, akan tetapi perlu ditingkatkan mengingat pertambahan
jumlah alat transportasi yang kurang seimbang dengan kapasitas jalan yang
tersedia.
2.3.
Pengendalian
terhadap Impor Barang Luar Negeri
Keadaan
impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut
golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan
baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan
sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99
persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari
17,58 persen menjadi 19,12 persen (Pardede, 2009).
Pengendalian
terhadap impor barang luar negeri dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat
agar membeli barang Indonesia karena akan mendukung laju peningkatan daya
saing, karena barang-barang impor dari luar negeri banyak yang kualitasnya
bagus dan murah dibanding produk Indonesia. Hal itu dapat menyebabkan Indonesia
kehilangan daya saing. Maka diperlukannya iklan-iklan dan sosialisasi terhadap
masyarakat akan cinta produk asli Indonesia. Peningkatan industri lokal
diperlukan agar kualitas produk Indonesia dapat bersaing di dalam maupun di
luar.
2.4.
Upaya
Pemerintah
Pertama,
tentu saja Pemerintah harus peka terhadap kondisi ini. Pemerintah jangan hanya
menunggu dan baru bertindak ketika industri kita mulai mati atau bangkrut.
Sudah saatnya Pemerintah memberlakukan safeguard (perlindungan pasar)
terhadap barang khususnya produk China, yaitu dengan cara menaikkan tarif bea
masuk khusus untuk produk China. Hal itu bukan tindakan tabu karena Amerika
Serikat (AS) dan Uni Eropa pun melakukan tindakan tersebut. Bahkan tindakan
safeguard ini diperbolehkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kedua,
Pemerintah juga bisa melindungi produk dalam negeri yaitu dengan melakukan
pengawasan mutu. Artinya produk dari luar yang tidak sesuai dengan standar mutu
Indonesia yang telah ditetapkan, dilarang masuk ke pasar domestik. Ini dapat mencegah produk-produk yang tidak berkualitas masuk
ke Indonesia, seperti yang sekarang ini kerap terjadi.
Ketiga, praktek KKN dan berbagai
pungutan liar yang dilakukan Pemerintah disemua lapisan harus dibersihkan.
Kalau tidak maka hal ini akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh
terhadap daya saing produk dalam pasar intemasional.
Ke empat, yang tidak kalah pentingnya,
Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur
yang ada dan meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia (SDM)
agar dapat mendukung industri dalam negeri dalam menghadapi persaingan
pasar bebas. SDM yang berkualitas dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu
pendidikan serta menjamin biaya pendidikan yang murah.
Yang terakhir, kita sebagai bangsa
Indonesia, harus lebih mencintai produk lokal ketimbang produk
asing. Bagaimanapun
juga, kebebasan
itu jatuh pada kita
sebagai konsumen untuk memilih, apakah produk luar yang
kebarat-baratan atau dengan harga yang sangat murah namun dengan kualitas yang tidak jelas ataukah produk sendiri yang merupakan hasil karya anak bangsa sendiri. Kalau
kita memilih produk lokal, berarti kita ikut
membantu memajukan industri
dalam negeri, yang secara
tidak langsung ikut mensejahterahkan
masyarakat.
Bila kelima hal tersebut dilakukan maka
niscaya di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, Indonesia akan mampu
bangkit dan bersaing di pasar domestik maupun di pasar
global sehingga diakui dimata dunia
dan pada gilirannya dapat
memberikan kesejahteraan dan
kemakmuran yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Globalisasi
ekonomi dan perdagangan bebas antar negara dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran suatu negara yang ikut dalam perdagangan bebas, dengan mengandalkan
komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal
ini dapat dicapai dengan cara menghilangkan berbagai hambatan perdagangan
baik hambatan tarif maupun hambatan bukan tarif sehingga tercipta aliran perdagangan
yang semakin cepat dan meningkatnya volume perdagangan antar negara.
Dampaknya
jelas akan memakan korban yaitu industri-industri yang tidak siap menghadapi
persaingan global terutama industri kecil, industri ini akan mati pelan-pelan,
kemudian meminta korban berikutnya yakni jutaan pengangguran. Fenomena ini
sudah terjadi namun kita menyaksikan Pemerintah cenderung menutup mata, melihat
keadaanyang tidak sehat ini.
Kunci
keberhasilan dalam menghadapi perdagangan bebas adalah terletak pada kesiapan
dari negara itu sendiri. Kesiapan suatu negara dapat dilihat dari kesiapan
Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan survei dan pendapat
para pengamat, bahwa infrastruktur di tanah air belum mendukung untuk
menghadapi perdagangan bebas, ditambah lagi kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) kita masih rendah.
Pemerintah
dalam meningkatkan persaingan menghadapi perdagangan bebas global sangat
berperan penting. Mengingat produk Indonesia yang kualitasnya minim, sehingga
bisa terjadinya pembelian besar-besaran terhadap barang impor yang masuk.
Perlunya juga peran aktif dari masyarakat agar tidak terlalu tertarik oleh
produk impor yang masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Jhamtani, Hira. 2005. WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga.
Insist Pers.Yogyakarta
Fakih,
Mansour. 2003. Bebas dari Neoliberalisme.
Insist Pers. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar